Kali ini, kita mau bahas tentang hal penting dalam pekerjaan di laboratorium mikrobiologi yang bisa dibilang sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pekerjaan kita. Apakah itu...? yup, dia adalah STERILISASI. Apa sih sterilisasi?
Sterilisasi merupakan
proses destruksi atau penghilangan mikroba yang hidup. Obyek yeng terbebas dari
kehidupan mikroba disebut steril. Sterilisasi merupakan salah satu cara untuk
mengontrol mikroba, sedang cara yang lain adalah dengan menghambat pertumbuhan
mikroba. Namun sterilisasi berbeda dengan cara yang kedua, dalam hal, bahwa
pada sterilisasi seluruh mikroba yang ada dimatikan atau dihilangkan dan obyek
menjadi steril.
Metode yang umum digunakan untuk mengontrol
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan adalah dengan melibatkan agen
kimia dan fisika. Kedua agen tersebut dapat mempengaruhi struktur dan fungsi
mikroba. Bagian sel dari mikroba yang dapat rusak dan mengakibatkan malfungsi
diantaranya adalah dinding sel, membrane sel, sitoplasma, enzim, dan asam
nukleat. Kondisi dimana mikroba dapat mati secara langsung akibat perlakuan
tersebut disebut efek mikrobisidal. Sedangkan efek mikrobisatik adalah kondisi
dimana kapasitas reproduktif sel dihambat dan jumlah populasi mikroba diijaga
konstan.
Metode sterilisasi dipilih berdasarkan bahan
atau material yang akan digunakan, jenis mikroba yang terlibat, dan tujuan dari
sterilisasi itu sendiri (Gunasekaran, 2005). Tujuan utama sterilisasi adalah:
1.
Untuk
mencegah infeksi pada manusia, hewan piaraan dan tumbuhan
2.
Untuk
mencegah kerusakan pada makanan dan komoditas lainnya
3. Untuk
mencegah kontaminasi terhadap mikroorganisme yang digunakan dalam industri
4. Untuk
mencegah kontaminasi bahan-bahan yang dipakai dalam pengerjaan biakan murni di
laboratorium (diagnosis, penelitian, industri).
1.
TEKNIK-TEKNIK STERILISASI
Secara umum, mekanisme
yang digunakan untuk mematikan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah
sebagai berikut:
a.
Destruksi oleh panas (alat pendidih, oven, tanur), zat kimia (desinfektan),
radiasi (sinar x, UV) dan cara mekanis (vibrasi ultrasonic)
b. Penyingkiran oleh penyaringan dan sentyrifugasi kecepatan
tinggi
c.
Penghambatan oleh suhu rendah (pendinginan, es kering), pengeringan, kombinasi
pendinginan dan pengeringan (liofilisasi), tekanan osmosis (seperti pada sirup
dan asinan sayur) dan bahan kimia (eosin, metilen blue, kristal violet,
desokhsikolat) & obat seperti sulfonamida dan antibiotik
Teknik-teknik sterilisasi, antara lain adalah:
Syringe filter |
Untuk liquid yang sensitif dengan panas,
misalnya vitamin, antibiotik, metoda sterilisasi yang digunakan adalah
filtrasi. Proses ini
ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, yang akibat pemanasan
tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan atau penguraian misalnya larutan enzim dan antibiotik. Pada cara ini mikroba tidak dimatikan tetapi
dihilangkan. Liquid yang akan disterilkan dilewatkan pada filter yang
pori-porinya sangat kecil sehingga tidak bisa lewat. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain
adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini
adalah mikroba).
Filter yang
digunakan untuk sterilisasi ada beberapa macam, tetapi yang paling sering
digunakan adalah filter membran. Filter membran adalah material yang sangat
tipis terbuat dari selulosa asetat atau polikarbonat dengan ukuran pori-pori
yang bervariasi. Sebelum sterilisasi, filter membran dan peralatannya
disterilkan terlebih dahulu (biasanya menggunakan autoklaf) atau pakai filter sekali pakai yang memang sudah steril. Sterilisasi secara mekanik menggunakan
suatu saringan yang berpori sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron)
sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Ukuran pori-pori filter yang biasanya digunakan adalah 0,4 µm.
Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu
bahan penyaring yang memilki pori-pori cukup kecil untuk menahan mikroorganisme
dengan ukuran tertentu. Saringan akan tercemar sedangkan cairan atau gas yang
melaluinya akan steril. Saringan yang umum dipakai tidak dapat menahan virus.
Oleh karena itu, setelah proses
penyaringan medium masih harus dipanaskan dalam autoklaf. Penyaringan dilakukan untuk
mensterilkan substansi yang peka tehadap panas seperti serum, enzim, toksin
kuman, ekstrak sel dan lain-lain.
Sterilisasi dengan metode filtrasi
tidak dapat membunuh mikroba, hanya memisahkan berdasarkan ukuran. Membran yang
digunakan sebagai filter memiliki ukuran pori-pori sebesar 0,2-0,45 mikrometer.
Filter ini digunakan untuk memisahkan partikel atau mikroba dari larutan yang
tidak bisa disterilisasi dengan autoklaf. Selain itu, filtrasi juga dapat
digunakan untuk memisahkan toksin dari filtrat kultur, menghitung bakteri, dan
menjernihkan media cair. Proses filtrasi dapat dibantu menggunakan pompa vakum.
Kelebihan dari membran filter
adalah porositasnya sudah diketahui, tidak ada cairan yang tersisa, dapat
digunakan kembali setelah disterilisasi dengan autoklaf, dan cocok dengan
berbagai jenis zat kimia. Akan tetapi membran filter memiliki kapasitas yang kecil dan sangat rapuh.
Selain membran, filtrasi juga
dapat dilakukan dengan HEPA (High Efficiency Particle Air) filter. Filter jenis
ini digunakan pada safety cabinet.
HEPA filter memiliki efisiensi sebesar 99,97% dalam menyaring partikel dengan
diameter >0,3 μm.
b. Sterilisasi
secara fisik
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan
dengan pemanasan, getaran, radiasi, filtrasi & penyinaran dengan sinar
matahari.
1. Pemanasan
Sterilisasi dengan menggunakan
panas paling tepat diterapkan pada alat yang tahan terhadap panas akan tetapi
alat atau bahan yang sensitif terhadap kelembaban dapat disterilisasi dengan
metode panas kering pada suhu 160 – 1800C. Sedangkan alat yang tahan
terhadap kelembaban yang rendah dapat disterilisasi pada suhu 121–1340C.
Keuntungan dari sterilisasi
dengan panas adalah menginaktivasi mikroba yang pertumbuhannya bergantung pada
suhu, waktu dan ketersediaan air. Berikut ini adalah metode sterilisasi dengan
menggunakan pemanasan:
- Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum ose, pinset, batang L, dll.
Cara yang paling sederhana
untuk sterilisasi panas adalah dengan api langsung, yaitu dengan membakar obyek
yang akan disterilkan pada nyala api. Cara ini dapat mencegah adanya
kontaminasi mikroba dari udara pada saat pemindahan kultur karena panas dan gas
yang ditimbulkan oleh api Bunsen dapat membunuh mikroba pada permukaan alat
sehingga tidak bisa masuk ke dalam alat dan mencegah kontaminasi. Nyala api
dengan suhu tinggi ini akan membunuh seluruh mikroba yang ada pada obyek.
Metode api langsung ini biasanya digunakan untuk sterilisasi ose, forceps,
mulut tabung reaksi saat memindahkan kultur secara aseptis (Wheelis, 2008).
Metode api langsung biasanya dikombinasikan dengan penggunaan cairan alkohol
70% sebagai larutan pembilas.
- Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya Erlenmeyer, tabung reaksi dll.
Panas kering ini biasanya
digunakan untuk sterilisasi pipet, tabung reaksi, Erlenmeyer, gelas piala dan
instrumen kedokteran (untuk operasi). Suhu yang digunakan untuk sterilisasi
panas kering adalah 160 0C selama 90 menit sampai 3 jam
(Gunasekaran, 2005). Obyek yang akan disterilkan ditempatkan pada oven udara
panas dan dibakar sampai seluruh mikroba terbunuh. Panas kering dapat membunuh
mikroba karena terjadi oksidasi struktur sel dan makromolekul. Panas kering
tidak dapat digunakan untuk sterilisasi cairan (seperti media cair) karena
kebanyakan cairan akan mendidih pada suhu 100oC, dan selama mendidih
temperaturnya tidak akan naik. Pendidihan belum tentu dapat mensterilkan obyek,
karena beberapa spora bakteri tetap bertahan dengan pendidihan selama berjam-jam
pada suhu 100oC.
- Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
- Uap air panas bertekanan : menggunakan autoklaf
Proses sterilisasi ini
menggunakan uap panas dan tekanan sehingga obyek yang disterilkan dapat
mencapai suhu 121oC, selama minimal 15 menit. Sterilisasi cara ini
sering digunakan karena dapat membunuh beberapa spora mikroba. Berbagai jenis
media yang digunakan untuk kegiatan di laboratorium mikrobiologi disterilkan
dengan cara ini.
Beberapa tipe autoklaf |
Autoklaf
merupakan bejana yang dapat ditutup, yang diisi dengan uap panas dengan tekanan
tinggi sedangkan suhu di dalamnya dapat mencapai 115 - 1250C dan
tekanan uapnya berkisar antara 2-4 atm.
Alat tersebut merupakan ruang uap berdinding rangkap yang diisi dengan
uap jenuh bebas udara dan dipertahankan pada suhu serta tekanan yang telah
ditentukan selama periode waktu yang dikehendaki. Kondisi yang baik untuk
digunakan sterilisasi pada suhu 1210C tekanan 15 psi selama minimal 15 menit.
Sterilisasi dengan autoklaf dinilai
paling efektif dibandingkan metode sterilisasi yang lain, karena uap panas di dalam autoklaf memiliki daya penetrasi
yang lebih besar daripada udara kering karena dapat melembabkan spora
(kelembaban sangat penting pada koagulasi protein) sehingga sterilisasi dengan
autoklaf dapat membunuh bakteri, spora, dan bentuk vegetatifnya. Kondensasi uap
pada permukaan benda yang dingin mampu melepaskan panas laten. Selain itu,
autoklaf membutuhkan waktu yang lebih pendek daripada oven udara panas.
Kekurangan dari autoklaf adalah alat dan kain pembungkusnya akan basah, udara
yang terjebak dapat mengurangi efisiensi, dan membutuhkan waktu pendinginan
yang lama. Media atau bahan yang tidak boleh disterilkan dengan autoklaf adalah
bahan yang tidak tahan panas (serum, vitamin, antibiotik), pelarut organik,
buffer dengan kandungan deterjen seperti SDS.
2. Radiasi
Radiasi pengion
merupakan alternatif lain untuk sterilisasi, khususnya untuk bahan yang peka
terhadap panas. Hal ini disebabkan karena kenaikan suhu yang terjadi akibat
perlakuan iradiasi hanya 4oC. Selain itu radiasi pengion memiliki
daya tembus yang besar. Radiasi pengion ini mampu mengionkan molekul yang
diterpanya.
Molekul air bila kena radiasi pengion ini akan mengalami
radiolisis, dan dihasilkan radikal-radikal bebas, diantaranya radikal bebas
hidrogen dan radikal bebas hidroksil. Senyawa radikal bebas ini sifatnya sangat
reaktif dan sangat mudah bereaksi satu sama lainnya dan juga dapat mempengaruhi
dan merusak molekul di dalam sel, termasuk enzim dan asam nukleat. Yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan sinar radiasi untuk tujuan sterilisasi ini
adalah dosis yang digunakan harus tepat. Jika tidak, akibatnya sangat
berbahaya, karena akan menyebabkan terjadinya mutasi atau resistensi terhadap
radiasi.
Kelemahan sterilisasi dengan radiasi ini adalah biaya mahal, dan butuh
kehati-hatian untuk mengoperasikannya. Yang termasuk radiasi pengion adalah
sinar gamma, sinar elektron, dan x-ray. Sinar ultraviolet (uv) merupakan
radiasi non-pengion dan hanya efektif untuk sterilisasi permukaan dan objek
transparan, seperti gelas (Boundless, 2013).
Sterilisasi secara radiasi
dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara ionisasi dan non-ionisasi.
Radiasi secara non-ionisasi memiliki daya penetrasi yang rendah sedangkan
secara ionisasi memiliki energi yang tinggi dan berdaya penetrasi tinggi.
Radiasi dengan metode ini tidak menimbulkan panas sehingga disebut “sterilisasi
dingin”. Di negara Eropa, buah dan sayuran dikenakan proses radiasi untuk
meningkatkan daya simpannya hingga 500%.
Kisaran panjang gelombang
sinar UV yang digunakan untuk radiasi non-ionisasi berada pada 200-280 nm,
paling efektif terletak pada 260 nm. Mikroba seperti bakteri, virus dan yeast
yang terkena sinar UV akan terinaktivasi dalam hitungan detik. Metode ini
disebut proses desinfeksi permukaan karena sinar UV tidak mampu membunuh spora.
Kelemahan dari radiasi ini adalah waktu pakai yang terbatas dari lampu UV,
sinarnya bersifat merusak terhadap kulit dan mata dan tidak mampu menembus
gelas, plastik atau kertas.
Sterilisasi dengan radiasi
ionisasi terdiri dari metode yaitu penyinaran elektron dan gelombang
elektromagnetik. sinar elektron digunakan untuk mensterilisasi alat-alat
seperti jarum suntik, sarung tangan, dan produk-produk farmasi. Sterilisasi
dengan metode ini hanya berlangsung beberapa detik. Kekurangan dari metode ini
adalah daya penetrasi yang rendah dan memerlukan peralatan yang rumit untuk melakukannya.
Penggunaan gelembang
elektromagnetik seperti sinar gamma dalam proses sterilisasi dihasilkan dari
disintegrasi nuklir isotop tertentu. Metode ini memiliki daya penetrasi yang
lebih dalam dibandingkan penyinaran elektron tetapi membutuhkan waktu papar
yang lebih lama. Radiasi dengan energi tinggi seperti ini mampu merusak asam
nukleat dari mikroba. Dosis sebanyak 2.5 megarad mampu membunuh bakteri, jamur,
virus bahkan spora. Biasanya metode ini dipakai untuk mensterilisasi alat-alat
seperti petridish, jarum suntik, antibiotik, vitamin, hormon, barang-barang
terbuat dari gelas atau kain. Kekurangan dari metode ini adalah proses
sterilisasi tidak bisa dimatikan seperti penyinaran elektron sehingga barang
dari gelas akan menjadi kecoklatan. Radiasi sinar gamma juga mampu mengubah
rasa suatu bahan pangan. Alat yang dipakai sebagai indikator proses evaluasi
adalah Bacillus pumilus E601.
3. Getaran (Vibrasi)
Getaran yang digunakan untuk
sterilisasi adalah gelombang dari suara sonik dan ultrasonik dengan frekuensi
suara > 20000 siklus/detik. Gelombang ini dapat membunuh bakteri dan
beberapa virus dalam waktu paparan selama 1 jam. Gelombang suara dengan
frekuensi tinggi dapat menggangggu pertumbuhan sel mikroba. Metode ini kurang
efektif karena banyak jenis virus dan bakteriofage yang tidak akan terpengaruh
oleh gelombang suara ini.
4. Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat
digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang
menempel pada permukaan interior Safety
Cabinet dengan disinari lampu UV. Pemanasan dengan menggunakan sinar
gelombang pendek lain seperti sinar-X, sinar gamma dll.
c. Sterilisasi
secara kimiawi menggunakan senyawa desinfektan.
Sterilisasi kimia adalah metode yang biasa
digunakan untuk sterilisasi objek padat yang sensitif terhadap panas. Pada
metode ini, mikroba dibunuh menggunakan bahan kimia yang toksik. Sedang
mekanisme kematiannya sangat tergantung dari bahan kimia yang digunakan. Bahan
kimia yang digunakan untuk sterilisasi harus dapat membunuh seluruh mikroba,
oleh karena itu harus dibedakan dengan disinfektan ataupun antiseptik, yang
biasanya digunakan untuk mengontrol mikroba tetapi tidak mensterilkan. Bahan
kimia yang sering digunakan adalah etilen oksida (EtO). Etilen oksida biasanya digunakan
untuk sterilisasi berbagai material yang
sensitif terhadap panas, misalnya cawan Petri, pipet, alat suntik yang terbiuat
dari plastik. Bahan kimia lain yang umum digunakan adalah senyawa fenolik,
cresol, heksakloropen, rekorsinol, senyawa klorin, senyawa iodin, dan
sebagainya. Efisiensi dari bahan kimia ini didasarkan pada konsentrasi bahan,
lama paparan, tipe mikroba yang akan dimatikan, dan kondisi lingkungan dari
bahan kimia tersebut (Cappuccino dan Sherman, 1983).
Desinfektan merupakan bahan kimia
yang dapat menghancurkan bakteri patogen dari permukaan suatu benda. Level dari
desinfeksi bergantung pada waktu kontak, suhu, jenis dan konsentrasi dari zat
aktif yang terkandung, kandungan zat organik, jenis dari mikroba. Desinfektan
yang dipakai kekuatan sterilisasinya akan berkurang seiring dengan waktu
penyimpanan. Desinfektan yang aman terkena kulit manusia disebut antiseptik.
Desinfektan yang ideal harus memenuhi persyaratan berikut:
-
Harus
memiliki spektrum aktivitas yang luas
-
Harus
mampu menghancurkan mikroba dalam jangka waktu tertentu
-
Harus
mampu tetap aktif walaupun terdapat bahan organik lain
-
Harus
mampu kontak dengan bahan secara efektif
-
Harus
tetap aktif dalam kondisi pH apapun
-
Harus
bersifat stabil
-
Harus
memiliki masa simpan yang panjang
-
Harus
memiliki daya penetrasi yang tinggi
-
Harus
bersifat tidak beracun, tidak menimbulkan alergi, tidak mengiritasi, dan tidak menimbulkan karat pada bahan
-
Tidak
memiliki bau yang menyengat
-
Efektifitas
desinfektan tidak berkurang ketika dilakukan pengenceran
-
Tidak
mahal dan mudah didapat
Dalam bidang
desinfeksi, desinfektan ideal seperti di atas sangat sulit untuk dipenuhi.
Jenis desinfektan:
1. berdasarkan
konsistensi
- cairan (alkohol, fenol)
- gas (uap formaldehid, etilen oksida)
2. berdasarkan
aktivitas spektrum
- level tinggi
- level menengah
- level rendah
3. berdasarkan
mekanisme desinfeksi
-
aksi pada membran (alkohol, deterjen)
-
denaturasi dari protein seluler (alkohol, fenol)
-
oksidasi dari enzim gugus sulfhidril esensial
(hidrogen peroksida, formaldehid)
-
perusakan asam nukleat (etilen oksida, formaldehid)
Tabel 1. Lingkup aktivitas dari
desinfektan
Sel vegetatif
|
Mycobacteria
|
Spora
|
Fungi
|
Virus
|
Contoh desinfektan
|
|
Level tinggi
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Etil oksida, formaldehid
|
Level menengah
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
Fenol, halogen
|
Level rendah
|
+
|
-
|
-
|
+
|
+/-
|
Alkohol, bahan yang
mengandung ammonia
|
Mekanisme kerja beberapa jenis desinfektan:
1. Alkohol mampu mendehidrasi sel,
menghancurkan membran dan menyebabkan koagulasi protein. Alkohol konsentrasi
70% paling efektif membunuh mikroba dibandingkan alkohol murni (96%).
Keunggulan alkohol adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak material, dapat
dibiodegradasi, tidak merusak kulit, dan hanya sedikit menurunkan aktivasinya apabila
berinteraksi dengan protein. Contoh alkohol yang dapat digunakan sebagai
desinfektan yaitu etil alkohol, isopropil alkohol, dan metil alkohol. Metil
alkohol bahkan mampu membunuh spora jamur.
2. Aldehida mampu membunuh semua jenis
mikroba termasuk sporanya. Contoh yang paling umum dari aldehida adalah
formaldehid. Formaldehid atau lebih dikenal dengan formalin dapat digunakan
untuk desinfeksi dan fumigasi ruangan. Formaldehid 40% dapat berfungsi sebagai
desinfektan yang baik. Kekurangan dari formaldehid adalah dapat mengiritasi
kulit sehingga harus dinetralisir dengan ammoniak. Selain itu formalin memiliki
tingkat penetrasi yang rendah, meninggalkan residu yang tidak menguap dan
aktivitas dapat menurun jika terdapat protein.
3. Fenol dapat juga berfungsi sebagai
desinfektan. Fenol mampu merusak membran sel, menyebabkan presipitasi protein,
dan inaktivasi enzim. Fenol dengan konsentrasi 5% efektif untuk desinfeksi.
Fenol dapat membunuh bakteri dan jamur secara efektif tetapi inaktif terhadap
spora dan beberapa jenis virus. Kekurangan dari fenol yaitu bersifat toksik,
korosif dan mengiritasi kullit.
4. Hidrogen peroksida dapat memproduksi
radikal bebas hidroksil yang akan merusak DNA dari mikroba. Hidrogen peroksida
6% dapat digunakan untuk dekontaminasi alat-alat. Hidrogen peroksida 3% sebagai
desinfektan kulit dan penghilang bau pada luka. Kekurangan dari hidrogen
peroksida adalah mudah berubah karena cahaya dan apabila kontak dengan bahan
organik yang mengandung protein akan mengalami penurunan aktivitas.
5. Etilen oksida digunakan untuk
sterilisasi alat yang labil terhadap panas misalnya alat berbahan karet,
syringe, dan petri dish sekali pakai. Kekurangan dari etilen oksida adalah
bersifat racun, dapat mengiritasi mata dan kulit, mudah terbakar, dan karsinogenik.
6. Detergen juga dapat berfungsi
sebagai desinfektan. Detergen mengandung hidrokarbon rantai panjang yang larut
dalam lemak dan ion yang larut dalam air sehingga mampu merusak membran dari
mikroba yang akhirnya menyebabkan lisis. Detergen aktif terhadap sel vegetatif,
mycobacteria dan virus. Aktivitas dari detergen dapat berkurang karena adanya
detergen anionik dan bahan organik.
Okay...sekian dulu pembahasan kita tentang sterilisasi, semoga bermanfaat ya...
0 komentar:
Posting Komentar