Jumat, 27 November 2009

Polimer

Istilah polimer digunakan untuk menyebutkan suatu molekul yang mempunyai berat molekul yang tinggi. Polimer dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu polimer rendah yang mempunyai berat molekul antara 10.000 sampai 20.000 dan polimer tinggi yang mempunyai berat molekul dari 20.000 sampai beberapa juta (Allcock et al., 2003).

Polimer dapat dibuat melalui reaksi polimerisasi monomer dengan menggunakan katalisator. Polimer yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara fraksinasi berdasarkan perbedaan kelarutan, kemudian berat molekul dari tiap fraksi dapat ditentukan dengan cara viskometri yang dilakukan dengan menentukan waktu alir beberapa konsentrasi larutan polimer dan pelarutnya sebagai pembanding. Bahan dasar yang digunakan untuk polimeisasi polieugenol adalah eugenol (Chairil, 1994 dalam Susilowati dkk., 2003).

Ada tiga klasifikasi utama dari industri polimer, yaitu plastik, serat dan karet (elastomer). Perbedaan dan kegunaan produk akhir dari ketiga tipe polimer ini didasarkan pada sifat mekanik khusus polimer yang disebut modulus atau dalam istilah yang lebih umum mempunyai arti kekakuan (Stevens, 2001). Penggunaan polimer, terutama plastik, sedikit demi sedikit mulai menggantikan fungsi logam. Beberapa alasan ekonomis yang biasanya digunakan adalah karena sifat plastik yang lebih ringan dan umumnya tahan terhadap korosi. Plastik juga bisa diproduksi atau diproses dengan menggunakan energi yang lebih rendah dari pada logam dan kaca. Konsumsi polimer sintesis dunia hingga tahun 2001 sebesar 70 juta metrik ton per tahun, hampir 56% di antaranya adalah plastik, 18% serat, 11% karet sintetik, sisanya adalah untuk bahan pelapis dan perekat (Stevens, 2001).

Perkembangan polimer saat ini cenderung mengarah pada pembuatan polimer yang dapat terdegradasi. Standar ASTM D-5488-94d mendefinisikan bahan yang dapat terbiodegradasi sebagai material yang mampu mengalami proses dekomposisi menjadi bentuk karbon dioksida, metana, air dan senyawa non-organik atau biomassa. Mekanisme penting dari proses ini berdasarkan pada reaksi enzimatis mikroorganisme, yang dapat diukur dengan uji standard pada waktu tertentu, untuk menentukan kemungkinan yang sebenarnya dari destruksi produk tersebut (Demicheli, 2005).

Secara umum, suatu polimer dikatakan terdegradasi jika terdapat perubahan pada sifat-sifat polimer tersebut akibat reaksi kimia yang melibatkan pemutusan ikatan di dalam rantai polimer. Degradasi polimer dapat dilakukan dengan menggunakan sinar uv, zat kimia, enzim, dan mikroorganisme. Proses degradasi yang melibatkan organisme hidup disebut biodegradasi (Iswanto, 2002).

Polimer yang dapat terbiodegradasi bisa berupa polimer alam maupun polimer sintetik. Polimer sintetik banyak dikembangkan karena mempunyai berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan polimer alam. Polimer sintetik dapat dibuat sedemikian rupa hingga mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki dan sumber bahan bakunya bisa bervariasi (Middleton & Tipton, 1998). Salah satu sifat ideal yang harus dimiliki polimer adalah mempunyai sifat mekanis yang sesuai dengan aplikasinya. Misalnya polimer yang akan digunakan untuk bahan pengemas harus mempunyai karakteristik seperti transparan dan sifat penghalangnya baik sehingga cocok digunakan dalam banyak hal, terutama dalam pembungkus makanan (Martino, et al., 2005).

Biodegradasi dapat dilakukan terhadap polimer yang mempunyai ikatan yang kurang stabil dalam rantainya sehingga dapat dihidrolisis, misalnya polimer tersebut mengandung gugus fungsi ester, anhidrida dan amida. Degradasi suatu polimer dapat terjadi dengan lebih cepat jika polimer tersebut mempunyai rantai yang hidrofilik, gugus ujungnya hidrofilik atau mempunyai gugus yang reaktif sehingga bisa dihidrolisis dan kristalinitasnya rendah (Middleton & Tipton, 1998).

Polimer alam maupun polimer sintetik sebenarnya dapat diserang oleh organisme hidup secara kimia atau secara mekanik. Secara kimia, polimer dapat didekomposisi di dalam pencernaan organisme tingkat tinggi maupun mikroorganisme. Namun untuk proses biodegradasi yang menggunakan mikroorganisme, ada beberapa hal yang harus diperhatikan di antaranya adalah kemampuan mikroorganisme tersebut untuk beradaptasi dengan substrat baru. Kemudian secara mekanik, biodegradasi polimer sintetik berhubungan dengan penyerangan oleh hewan-hewan mamalia dan serangga (Iswanto, 2002).

Referensi:
Allcock, H., R. Frederick, W. Lampe, J.E. Mark. 2003. Contemporary Polymer Chemistry. Third edition. Pearson Education,Inc. New Jersey.
Demicheli, M. 2005. Biodegradable Plastics Stemming from Renewable Resources. http://www.vegemat.com/en/earchives.htm, diakses tanggal 27 April 2006.
Iswanto, P., N.M. Surdia, I.M. Arcana. 2002. Biodegradasi Poli(trimetilen adipat) dengan Lumpur Aktif. Majalah Ilmiah UNSOED. No: 1 Th.XXVIII: 75 – 84.
Martino, V.P., R.A. Ruseckaite, A. Jimenez. 2005. Processing and Mechanical Characterization of Plasticized Poly (lactide acid) films for food packaging. Proceeding of the 8th Polymers for Advanced Technologies International Symposium. Budapest.
Middleton, J.C. and A.J. Tipton. 1998. Synthetic Biodegradable Polymers as Medical Devices. Medical Plastics and Biomaterials Magazine. www.bpi-sbs.com diakses tanggal 20 Juni 2006.
Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Terjemahan oleh Rd. Ir. Sopyan, M.Eng. Pradnya Paramita. Jakarta.
Susilowati, S.S., P. Iswanto, Suwandri. 2003. Polimerisasi Eugenol, Fraksionasi Polimer dan Penentuan Berat Molekul Fraksi Polimer secara Viskometri. Majalah Ilmiah UNSOED. No: 1 Th.XXIX: 81 - 88.

0 komentar:

Posting Komentar